Sejarah Desa
Keadaan Negeri Pajang yang tidak menentu karena perang saudara antara Sultan Hadiwijaya dan Haryo penangsang, memaksa Ki Panjunan meninggalkan negerinya mengembara untuk memperdalam ilmu agama Islam.
Setelah sampai di daerah Cirebon Ki Panjunan berguru kepada Syeh Sharif Hidayatullah, melihat perangai dan perlakunya santun Ki Panjunan diterima dengan baik.
Para santri Syeh Sharif Hidayatullah disamping mendapat gemblengan ilmu agama Islam juga diberi bekal dengan keterampilan membuat tembikar. Hal ini tidak disia-siakan oleh Ki Panjunan. Semua ilmu yang diberikan gurunya dicermati dan ditekuni dengan baik sehingga gurunya sangat mencintanya.
Pada suatu hari ketika Ki Panjunan dengan para santri yang lain sedang membuat jembangan untuk tempat wudlu ia dipanggil menghadap Syeh Sharif Hidayatullah.
” Panjunan, sehubung kamu saya anggap cukup dalam menerima ilmu apalagi kedatangan kamu kesini sudah memiliki dasar ilmu agama, maka tibalah saatnya kamu mengembara untuk mengamalkan ilmu agama yang telah kamu miliki dan gunakanlah keterampilan membuat tembikar sebagai sarana mengembangkan agama Islam !” kata Syeh Sharif Hidayatullah.
” Kalau itu sudah menjadi kehendak guru , saya siap untuk melaksanakan, tetapi saya mohon petunjuk kemana saya harus mengembangkan agama yang saya cintai ini ”? Tanya Ki Panjunan.
” Baiklah ! Kembalilah kearah Timur dan suara hatimu sebagai penentu di mana kamu tinggal dan mengembangkan agamamu, ” Kata Syeh Sharif Hidayatullah, dan terimalah sorban ini. Jika kamu nanti mengajarkan keterampilan membuat tembikar dan hendak membakarnya bentangkan lah sorban ini di dekat tungku.”
Sambil menerima sorban Ki Panjunan ragu mendengar penjelasan gurunya. Apa iya sorban ini dapat dipergunakan untuk membakar tembikar. Meskipun demikian Ki Panjunan tidak berani bertanya.
Keesokan harinya setelah pamit dan mohon do’a restu kapada gurunya Ki Panjunan meninggalkan pesantren menuju ke arah Timur sesuai pesan gurunya.
Perjalanan pengembaraan Ki Panjunan masuk kampung keluar kampung sambil da’wah mengajarkan agama Islam. Setelah sampai di tepi Sungai Gung Ki Panjunan berhenti dan berwudlu untuk salat dzuhur.
Setelah salat Ki Panjunan meneruskan perjalanan menelusuri jalan setapak. Tiba – tiba Ki Panjunan berhenti dan tersentak karena melihat gundukan tanah membujur ke arah Timur dan Barat di tepi jalan yang ia lalui.
” Dilihat dari bentuknya seperti makam, tetapi tidak seperti layaknya makam orang muslim, ” ujar Ki Panjunan bergumam, ” Besar kemungkinan di sini masih banyak pengikut agama budha.”
” Kalau demikian di sinilah saya harus tinggal, ” ujarnya lagi, ” dan sebagai peringatan daerah ini akan kuberi nama Dukuhmalang.”
Secara kebetulan pada waktu Ki Panjunan mengucapkan Dukuhmalang ada seorang pemuda lewat. Kemudian pemuda itu bertanya,
” Maaf, tadi Aki mengucapkan apa?
” Oh, tadi saya bicara daerah ini kuberi nama Desa Dukuhmalang. ” jawab Ki Panjunan.
Mendengar penjelasan dari Ki Panjunan pemuda itu terus mengabarkan apa yang didengar tadi.
Ki Panjunan akhirnya menetap di desa Dukuhmalang. Dengan sabar ia menyampaikan da’wah agama Islam setiap hari. Karena sifatnya yang arif dan perilakunya yang santun ia sangat dicintai mayarakat dan agama Islam pun dengan mudah berkembang.
Penduduk Biasa
14 September 2016 07:09:16
terimakasih kepada pemerinta Desa Dukuhmalang sudah memberikan izin Hajatan dan Hiburan Orgen...